Seperti telah dibahas dalam minggu sebelumnya, untuk keberhasilan penanganan ABK di dalam sekolah inklusi yang utama adalah adanya kerjasama dan kolaborasi dari segala pihak terutama orangtua dan guru serta pendukung yang lain seperti psikolog, dokter, terapis, dll. Setiap anggota tim harus memiliki persepsi yang sama tentang program di sekolah serta bekerjasama dan berkomunikasi dengan baik. Orangtua harus paham kondisi sang anak apakah dia memang siap bersekolah dan dapat mengambil manfaat yang optimum dari bersekolah? Selain itu orangtua harus dapat mengukur ekspektasi yang dapat dicapai oleh anak di sekolah. Gurupun harus memahami kondisi sang anak dan memiliki strategi dalam proses pengajaran di sekolah supaya anak mencapai hasil optimum.
Guru harus memahami bahwa anak ASD memiliki repetitive behavior, memiliki masalah dengan komunikasi (tergantung tingkat severitynya) dan sosial interaksi sehingga memiliki kesulitan untuk membaca situasi sosial, mengerti instruksi kompleks, memiliki stimming, dll. Sementara anak yang terdiagnosa ADHD kemungkinan memiliki masalah hiperaktif, impulsif dan tidak perhatian dalam mengerjakan tugas sekolah. Beranjak dari pemahaman kondisi di atas, guru dapat menerapkan strategi yang tepat tanpa menghakimi bahwa ABK adalah anak yang merepotkan atau sulit di atur. Studi membuktikan bahwa mereka dapat belajar, hanya mungkin dengan modifikasi yang berbeda dengan anak tipikal.
ABA terbukti ‘evidence based’ dapat memodifikasi behavior seseorang sesuai dengan yang kita inginkan, apakah itu untuk meningkatkan behavior yang diinginkan seperti melatih kemampuan bahasa, sosial, bermain atau untuk menurunkan behavior yang tidak diinginkan seperti tantrum, memukul diri sendiri, meludah, menggigit dll. Pahami teori behavior dari ABA tentang fungsi behavior dan juga teori reinforcer ABC (antecedent, behavior dan consequences). Dengan berbekal pemahaman tentang kondisi ABK serta teori behavior di atas guru dapat mengarahkan dan memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif untuk murid ABK guna mencapai hasil yang diinginkan.
Tergantung kondisi sang anak, tetapi ABK yang bergabung dalam sekolah umum sebaiknya memiliki penyesuaian dalam rencana pengajaran, yang biasanya disusun dalam IEP (individualized education plan) yang memuat target-target yang bisa dicapai oleh sang anak dengan bergabung di dalam kelas. Target ini bisa bersifat bahasa, sosial, kemandirian, akademik, dll tergantung kebutuhan sang anak. Tentu sebelum menyiapkan IEP, guru atau tim ABK di sekolah harus meng-assess kemampuan sang anak supaya metoda dan target yang diambil oleh guru tetap sasaran sesuai level dari sang anak. Untuk early learner, utamanya dalam bidang bahasa, sosial, akademik, hambatan behavior, dan kesiapan belajar sang anak di sekolah. Salah satu metoda assessment yang dapat digunakan adalah VB-MAPP (Verbal Behavior Milestones and Assessment Program) yang memuat milestones (milestones assessment) perkembangan anak dibidang bahasa, sosial, pra akademik, kemampuan grup, dll; hambatan behavior (barrier assessment) dari sang anak untuk belajar dan transition assessment yaitu kesiapan anak dalam mengikuti sistem belajar, apakah masih harus belajar secara one-on-one, di sekolah khusus atau di sekolah umum.
Beberapa point strategi yang harus diingat dalam memahami ABK di dalam kelas:
- Jika anak mengalami masalah behavior di sekolah yang mengganggu anak dalam belajar, atau dapat melukai orang lain atau diri sendiri, merusak barang-barang sekitar, anak menjadi terisolasi secara sosial dan mengganggu kemandirian sang anak, lakukan Functional Behavioral Assessment (FBA) untuk menyusun Behavior Intervention Plan (BIP). FBA adalah assessment untuk mencari fungsi dari behavior tersebut dengan mengobservasi apa yang terjadi sebelum (antecedent) dan sesudah (consequences) behavior. Ingat kembali dalam menangani problem behavior, anda tidak melihat topografi dari behavior tetapi lihatlah fungsi dari behavior. Dan kunci dari penanganan problem behavior adalah tidak memberikan fungsi dari behavior tersebut. Pelajari teori ABC behavior, apa yang terjadi sebelum dan sesudah behavior yang dapat menyebabkan probabilitas behavior itu terjadi atau tidak terjadi lagi di masa depan?
- Dalam penanganan behavior kita harus menyusun skala prioritas dari sang anak. Apakah ingin kita tingkatkan? Apakah kita ingin meningkatkan bahasa dari sang anak, ingin meningkatkan interaksi sang anak dengan teman sebaya, apakah partisipasi sang anak di dalam kelas, ataukah ingin meningkatkan akademik sang anak? Perlu diingat bahwa target penanganan behavior tidak selalu dalam bentuk problem behavior tetapi bisa dalam bentuk peningkatan behavior yang ingin kita latih sehingga sesuai dengan lingkungan sekitar.
- Salah satu masalah pada anak autisme adalah rigidity atau kekakuan padahal yang namanya sekolah adalah selalu dinamis mengikuti perkembangan hari itu. Beberapa anak akan sangat tidak nyaman dengan perubahan di kelas. Hal ini harus dilatih dan juga dibantu. Anak harus paham kegiatan hari itu dan dimana perubahannya supaya anak tidak gelisah. Gunakan bantuan visual skedul atau gambar untuk menjelaskan hal ini kepada sang anak sehingga anak bisa memprediksi kegiatan apa yang akan dilakukan. Misalnya visual skedul kegiatan hari ini, terutama jika ada perubahan, dimana kah perubahannya. Misal karena bu guru sakit, adanya field trip, hari ini pulang cepat, dll. Memberikan skedul yang bisa diprediksi. Anak dengan autisme cenderung ingin memiliki rutinitas.
- Tingkakan kesempatan untuk berlatih. ABK memerlukan banyak waktu untuk berlatih menguasai ketrampilan baru. Atau jika perlu tugas di bagi lagi menjadi lebih kecil sehingga dimengerti oleh ABK. Berikan informasi dan instruksi dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami. Jika perlu ulangi lagi jika terlihat anak kurang paham. Tingkatkan juga generalisasi dari konsep pelajaran. Variasikan materi dan instruksi dan ajarkan anak secara sistematis. Sebisa mungkin visualkan atau modelkan semua konsep, karena ABK biasanya adalah anak-anak yang belajar secara visual.
- Bermain juga harus merupakan prioritas dalam metoda pengajaran di sekolah Utamanya untuk anak-anak early learner, anak belajar dari bermain bersama teman-teman seperti belajar bahasa, belajar sosial, mengeksplorasi konsep baru, interaksi dengan teman, belajar dalam grup, dll. Termasuk juga anak yang lebih tua (pra remaja dan remaja) harus dilihat apa yang menarik buat teman mereka, disitulah yang kita ajarkan dalam konsep bermain/ bergaul.
- Jangan lupa untuk fokus pada kemandirian sang anak, walau mungkin di awal anak perlu prompting (petunjuk) dalam belajar, atau memerlukan shadow teacher, tetapi guru atau shadow teacher harus paham kapan anak perlu dibantu kapan anak sudah bisa mandiri. Tujuan akhir dari shadow teacher bukanlah untuk membantu anak selamanya tetapi membantu anak menjadi mandiri di masa depan.
- Bersekolah adalah kesempatan emas buat sang anak untuk mengasah kemampuan bahasa dan sosialnya. Justru ini merupakan target penting selain akademik. Anak harus dapat melatih kemampuan kolaborasi dan komunikasi sebagai salah satu anggota kelas. Perkaya kemampuan sosial ini selain di kelas juga dengan social story dan video moedeling. Guru juga harus menciptakan peluang anak untuk meningkatkan interaksi sosial dengan teman sebayanya. Tugas dari shadow teacher tidak hanya mengajarkan akademik tetapi mengasah kemampuan ini di sekolah dengan memfasilitasi dan menjadi moderator sang anak untuk bermain dengan teman-teman sekelas.
- Anak perlu dibantu dengan sistem support di kelas dengan jelas, seperti visualkan semua aturan dan sistem di kelas dengan menggunakan gambar atau tulisan. Selain itu dijelaskan secara verbal kepada sang anak, jika perlu dijelaskan berulang-ulang pada saat circle time sampai anak paham. Akan sangat membantu jika anak dilibatkan dalam pembuatan aturan di kelas.
- Ciptakan rutinitas dan organisasi material yang baik sehingga anak mengerti apakah yang dia akan lakukan setelah ini? dimana dia harus membersihkan meja dari bahan-bahan sekolah, dimana dia harus menaruh tasnya, kotak makanan, dll.
- Gunakan sesuatu yang bisa menarik anak untuk belajar yang merupakan favorit sang anak sehingga anak termotivasi untuk belajar. Misal anak suka Mickey Mouse mungkin belajar menulis atau berhitung menggunakan kertas LKS yang bergambar Mickey Mouse.
- Seperti dipelajari sebelumnya anak perlu dimotivasi dengan reinforcer, tetapi terkadang tidak mungkin memberikan reinforcer yang diinginkan sang anak dikelas sehingga gunakan reinforcer yang berbentuk alami seperti token ekonomi, ekstra waktu istirahat 5 menit, berikan reinforcer makanan saat istirahat makan, dll.
- Lakukan pengaturan-pengaturan untuk meminimalkan efek keterbatasan sensori dari sang anak. ABK umumnya sangat mudah terdistraksi sehingga jauhkan duduk dekat jendela, pintu dan pusat kegiatan di kelas. Misal jika memungkinkan anak dengan autisme membutuhkan tempat mereka sendiri sementara anak dengan ADHD sangat mudah terdistraksi sehingga dudukkan mereka dekat dengan guru dan hadap ke depan. Waspada terhadap situasi lingkungan: suara keras, cahaya terang, temperatur yang dapat mempengaruhi sang anak.
- Berikan sedikit waktu istirahat sensori jika anak dengan autisme dan ADHD membutuhkannya. Terkadang keluar sebentar dan jalan-jalan di ruangan dapat sangat menenangkan dan membantu anak untuk meregulasi sensori yang terlalu banyak masuk di dalam kelas. Perhatikan tanda-tanda jika mereka memerlukannya. Ajarkan pula sang anak untuk meminta (mand) untuk berisitirahat sejenak, sehingga dia tidak perlu melakukan problem behavior untuk mendapatkan istirahat ini. Contoh: anak yang terbukti membutuhkan gerak setiap 15-20 menit dapat diberi tugas membagikan kertas ke teman-temannya. Kerjasama dengan terapis okupasi untuk mengetahui berapa lama, atau kapan anak butuh bergerak. Atau mungkin di anak lain bisa jalan-jalan keluar selama 5 menit dan tentu dia harus balik kembali ke kelas. Lebih baik jika sekolah mengadakan sensori room untuk anak melepas kepenatan sensori yang terlalu banyak masuk ke dirinya di kelas.
- Pasangkan anak dengan temannya yang bisa dijadikan model ketika bekerja dalam proyek atau berpartisipasi dalam aktivitas kelas. Pengalaman ini tidak hanya berguna untuk ABK tetapi juga untuk anak tersebut untuk belajar menghargai perbedaan dan menimbulkan empati kepada teman yang memiliki perbedaan dan kekurangan.
- Ajarkan kemampuan sosial seperti angkat tangan, bergantian, berbagi, menunggu, menahan emosi, dll sebagai bagian dari kurikulum. Terkadang perlu selalu diingatkan untuk anak dapat mempraktekkan kemampuan dia atas. Anak dengan autisme memiliki stimming (hand flapping, suara bergumam, dll). Ajarkan anak lain untuk mengerti perilaku ini. Selain itu bisa dicari alternatif stimming yang lebih dapat diterima lingkungan. Misal hand flapping diganti dengan squeeze ball. Sang anak melakukan hand flapping jika terlalu semangat, berikan dia squeeze ball di sakunya sehingga saat dia terlalu semangat dan tidak bisa kontrol emosinya dia bisa squeeze bola tersebut dan tidak melakukan hand flapping.
- Untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam proses belajar dan mengikuti materi yang disampaikan guru, bisa digunakan beberapa metoda yaitu: choral responding yaitu menjawab pertanyaan bersama-sama sekelas dari pertanyaan guru. Guided notes yaitu dari mata pelajaran dibuat summary atau catatannya kemudian anak tinggal mengisi titik-titik dari yang diajarkan. Response card adalah anak menjawab dengan kartu apakah itu gambar atau tulisan.
- Beberapa ABK mungkin memerlukan belajar dalam grup-grup kecil sehingga perlu secara berkala ditarik dari kelas untuk belajar 1:1 dengan guru atau dalam grup kecil 1:2 atau 1:3. Karena dalam setting yang lebih kecil anak menjadi lebih nyaman dan juga guru bisa memberikan perhatian ekstra kepada sang anak dan bisa menyesuaikan cara mengajar dengan level sang anak.
- Fokus pada kekuatan, dan bukan kekurangan sang anak. Jika anak memiliki ketertarikan terhadap subyek tertentu, berikan kesempatan mereka menunjukkan kelebihannya itu di depan kelas supaya anak memiliki rasa percaya diri dan juga memberikan kesempatan kepada teman sekelas untuk menghargai perbedaan.
- Jangan lupa selalu mencatat data untuk melihat progress sang anak di dalam kelas. Berdasarkan data dapat dilihat apakah sesuai programnya ataukah perlu disesuaikan dan dibuat target baru lagi. Review IEP dan BIP secara berkala.
Untuk bergabung dengan diskusi tentang topik-topik lain mengenai metoda ABA dan VB untuk penanganan ABK silahkan anda tambahkan: FB Group: Rury ABA/VB Untuk Autisma