*
Sesuai definisinya, anak yang berada dalam spektrum autis (DSM-V) memiliki ciri kekurangan dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial dalam berbagai konteks, contohnya ketidakmampuan untuk berbagi, menunjukkan/bercerita tentang sesuatu, kemampuan untuk menunjuk di anak usia dini, ketidakmampuan bermain secara bergantian, ketidakmampuan mengerti akan sosial konteks untuk anak yang lebih tua, dll. Ciri yang kedua dari anak di dalam spektrum autis adalah adanya perilaku, aktivitas atau ketertarikan terhadap sesuatu yang berulang.
*
Sebelum menyusun program untuk kemampuan sosial, kita harus mengasses kemampuan sosial sang anak salah satunya dengan menggunakan VB-MAPP. Tetapi, mengajarkan salam, hai dan bye (dadag) bisa diajarkan sejak awal. Melambaikan tangan ke orang lain adalah kemampuan sosial yang pertama muncul otomatis sedari bayi. Sementara tanpa pengajaran langsung, banyak anak autis tidak memiliki kemampuan ini atau mungkin memiliki kemampuan ini saat bayi tapi perlahan kemampuan ini menghilang. Malahan ada anak autis yang mengucapkan salam secara salah, yaitu menambahkan nama orang yang salah. Misal anak bernama Arya, temannya berkata “Hai Arya”, Arya (seorang anak autis) mungkin akan menjawab “Hai Arya” lagi.
*
Sejak dini kita bisa kenalkan kemampuan untuk mengucapkan/membalas salam sebagai jembatan terhadap aktivitas sosial lainnya walaupun anak tersebut masih memiliki kemampuan yang minimal, misalnya dia masih lebih menyukai benda daripada orang, memiliki kontak mata yang buruk, tidak atau minim memiliki kemampuan imitasi dan memiliki sedikit kemampuan vokal atau no vokal.
*
Jadi jika ada anak (misal namanya Mita) mengucapkan salam kepada sang anak “Hai Arya”, kita harus mengarahkan Arya untuk melihat Mita dan ajarkan kepada Arya untuk membalas “hai” (jika Arya verbal) dan melambaikan tangannya (jika perlu kita pegang tangan Arya untuk membantu dia melambaikan tangan). Untuk anak yang baru belajar, tidak perlu diucapkan nama saat membalas salam, karena nanti anak akan menjawab salam ke semua orang dengan nama orang yang sama. Arya cukup membalas dengan “Hai” tidak perlu dengan “Hai Mita”. Untuk beberapa anak yang bahasanya sangat kaku, jika diajarkan terlalu cepat menggunakan nama orang akan membalas semua orang dengan “Hai Mita”.
*
Untuk latihan awal dapat dilakukan sebagai berikut, sesorang masuk ke ruang terapi, kita stop kegiatan terapi dan mungkin kita katakan kepada anak, “ada orang datang” supaya anak perhatian ada yang datang. Kemudian orang itu berkata “hai” kepada anak (untuk level awal tanpa nama dulu), dan anak harus membalas “hai” sambil melambaikan tangannya. Orang yang datang harus berlutut berbicara selevel dengan mata anak.
*
Jika anak sudah mahir menjawab hai dan bye (dahh) tanpa prompt, anak sudah siap ditambahkan nama lawan bicara. Tetapi harus di ingat, anak juga harus sudah mahir melabel semua nama orang yang mengucapkan salam sebelum program dimulai.
*
Untuk latihan anak yang sudah memiliki kemampuan berbahasa dan memiliki kesalahan, misal selalu mengucapkan “Hai Mita” kepada semua orang, kita harus latihan dengan beberapa orang berbeda dan ada orang di belakang anak yang langsung mencontohkan “Hai ___” (nama orangnya) (errorless learning). Untuk latihan yang lebih intens kita bisa merekam orang-orang sekitar yang anak sudah kenal namanya, dan direkam mengatakan “Hai Arya” (nama anak) supaya anak bisa latihan membalas “Hai _____” (nama orang tersebut). Dalam satu video bisa dicoba 3-5 orang apakah anak bisa menjawab balik pengucapan salam dengan nama yang tepat. Sementara untuk orang baru yang anak tidak tahu namanya, anak diajarkan dengan “Hai” saja tanpa nama.
*
Jadi seperti dipaparkan diatas, harap dimengerti bahwa seorang anak autis memang memiliki kekurangan dan keterbatasan dalam kemampuan sosialnya. Sementara orangtua, kerabat dan bahkan professional yang tidak mengerti sering dengan mudahnya merekomendasikan untuk sekolah karena mereka percaya anak perlu sosialisasi dan anak autis dengan sendirinya dapat belajar dari sekolah. Berapa sering kita mendengar “Si A tadinya tidak lancar berbicara, begitu sekolah langsung lancar”, “Si B tadinya juga asik sendiri karena dirumah tidak ada teman, begitu sekolah dia langsung bermain dengan teman-temannya”. Iya benar, jika anak tersebut bukan anak autis bisa saja terjadi, tetapi walau begitupun belum tentu anak yang terlambat bicara (tanpa autis) akan langsung bicara atau bermain begitu masuk sekolah tanpa bantuan intervensi/terapi. Tanpa stimulasi yang tepat, anak yang terlambat tumbuh kembangnya akan sulit mengejar ketinggalannya.
*
Seorang anak yang belum memiliki kemampuan bahasa dan sosial yang cukup dan pergi ke sekolah, dia akan duduk sendiri menjauh dari teman-temannya atau bahkan bisa saja timbul problem behavior seperti tantrum, memukul, menendang, menggigit karena anak tidak tahu apa yang bisa dia lakukan di sekolah. Anakpun merasa berbeda dan seringkali mencari perhatian dari guru atau teman-temannya dengan melakukan problem behavior. Begitu anak melakukan problem behavior, secara langsung guru atau teman-temannya akan memperhatikan sang anak. Dengan kondisi seperti ini, apakah anak tersebut mendapatkan manfaat dari program sekolah?
*
Menempatkan anak autis di dalam situasi sosial atau instruksi di dalam grup besar seperti sekolah tanpa adanya kemampuan dasar untuk berbahasa atau sosialisasi adalah kurang tepat. Lebih baik anak-anak ini waktunya digunakan untuk pengajaran satu-satu dengan terapis. Untuk sukses di sekolah, anak harus memiliki kemampuan dasar paling tidak sudah mahir manding, tacting, echoic, program samakan, imitasi gerak, mengikuti perintah, sedikit intraverbal, kemampuan bermain dan kemampuan sosial. Problem behavior juga harus minimal.
*
Di dalam hasil VB-MAPP assessment, anak autis akan memiliki kemampuan sosial dari adalah lebih rendah dari kolom yang lain. Banyak kemampuan sosial adalah program spontan yang sangat sulit diajarkan. Latihan sosial harus dilakukan dengan orang dewasa yang terlatih sebelum dicoba ke anak-anak. Jika dari hasil assessment anak minim sekali memiliki kemampuan sosial, ajarkan anak skills dari VB-MAPP level 1 dulu sebelum diajarkan kemampuan sosial karena mereka membutuhkan kemampuan berbahasa dan komunikasi sebelum bisa melakukan aktivitas sosial.
*
Sebagai contoh target kemampuan sosial di VB-MAPP untuk level 1 (0-18) bulan adalah kontak mata untuk mand selama 5 kali dalam 30 menit. Program untuk kontak mata itu adalah hal yang sulit dilakukan tetapi kita bisa membiasakan anak melihat ke wajah kita dengan mendekatkan reinforcers di muka kita, dekat mata jika kita ingin melatih kontak mata atau dekat mulut jika kita ingin anak meniru gerakan mulut kita. Kita juga bisa sambil bermain mengajarkan anak bahwa melihat kita adalah sesuatu yang menyenangkan kita seperti sambil bermain kitik-kitik, sambil memegang bubble sehingga otomatis jika ingin bubble anak melihat kita, dll. Selain itu melatih anak untuk meniru gerakan temannya akan sangat sulit, harus ada kemahiran meniru gerakan dan bunyi sebelumnya. Anak juga harus memiliki kemampuan untuk duduk lama di meja/di lantai (tanpa tidur-tiduran) untuk dapat bermain dengan benar.
*
Jika anak sudah siap memiliki kemampuan dasar di atas, kemampuan bermain dan sosial bisa di ajarkan. Melatih labelling dengan tambahan anak yang lain, hal ini melatih kemampuan bergiliran dari sang anak. Bermain dengan ular tangga, ludo, domino, kartu matching (10-20) gambar, adalah permainan yang bisa dimulai. Terapis memperagakan perkataan yang harus di ucapkan anak. Misal “Giliran siapa?” Terapis mencontohkan “giliran saya” jika memang saat itu adalah giliran sang anak, atau mungkin terapis mencontohkan “giliran kamu/mama/nama terapis”. Gunakan kata sesederhana mungkin sesuai kemampuan sang anak.
*
Contoh lain lagi dalam kesempatan bermain dapat juga dilatih kemampuan sosial. Latihan dalam skenario bermain yang sudah disiapkan juga dapat dijadikan pilihan. Buku melatih kemampuan bermain dan sosial akan saya lampirkan untuk membantu skenario dari bermain. Contoh penggunaan misal kita ingin mengajarkan skenario dengan topik pesta ulang tahun (halaman 94 buku playtime/social time). Seorang anak lain di siapkan sebagai lawan bermain sang anak. Di dalam buku itu tertera contoh script dari percakapan sederhana. Langkah-langkah dalam pesta ulang tahun bagaimana percakapan sederhana dalam memasak kue, menyiapkan kue ulang tahun, memberi lilin ulang tahun, umur berapa ulang tahun, dll. Kalimat bisa diadaptasi sesuai kemampuan dan ketertarikan sang anak.
*